KONSELING SPIRITUAL
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Psikoterapi Islam
Semester IV

Dosen: Kurnaengsih. M.Ag
Disusun oleh kelompok 12 semester IV BKI:
Iis
Istiqomah (862010111006)
Jaziroh (862010111007)
BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI)
FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)
UNIVERSITAS WIRALODRA INDRAMAYU
2013
Jl. Ir. H.
Djuanda Km.03 Singaraja Indramayu 45213 Telp/fax. (0234)27946
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
barokahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah. Shalawat beserta
salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa cahaya ke dunia
yang gelap sebelumnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester IV pada mata
kuliah Psikoterapi Islma yang dibimbing oleh Ibu Kurnaengsih M.Ag. dengan judul
makalah Konseling Spiritual.
Kami menyadari didalam makalah ini terdapat kesalahan dan
kekhilafan. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sekalian kami nanti
demi kebaikan makalah-makalah kami selanjutnya. Terutama dari dosen pembimbing.
Terimakasih kepada semua sahabat yang terkait dalam penulisan
makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama
kita sebagai mahasiswa penerus bangsa.
Indramayu, 6 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………...................................................... i
DAFTAR
ISI
....................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN…................................................................ 1
A.
Latar Belakang
.......................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah...................................................................... 2
C.
Tujuan
Penulisan........................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................... 3
A.
Pengertian
Konseling Spiritual………………………………. 3
B.
Keberadaan
Konseling Spiritual……………………………… 4
C.
Prinsip-Prinsip
Konseling Spiritual…………………………... 7
D.
Cara Konseling
Spiritual……………………………………… 9
BAB
III PENUTUP.............................................................................. 13
3.1
Kesimpulan................................................................................. 13
3.2
Kritik dan
Saran.......................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
............................................................................ 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di Indonesia sebuah peraturan atau hukum
diambil dari tiga sudut pandang; agama, adat dan pancasila serta undang-undang
dasar. Dan setiap individu yang memilki agama pun mengambil keputusan dilihat
dari berbagai aspek dan aspek yang paling berpengaruh adalah aspek
spiritualnya. Individu yang beragama senantiasa ingin meningkatkan kualitas
spiritualnya. Dan jika seseorang memilki jiwa spiritual yang baik mereka akan
cenderung terlihat tenang, arif dan bijaksana yang sering menjadi pusat dari
penentu keputusan yang baik.
Dewasa ini para individu lebih
memerhatikan kebutuhan fisiknya seperti makan, minum memiliki rumah mewah,
mobil mewah, HP tercanggih dan lain sebagainya. Mereka tidak memerhatikan
keperluan batinnya atau spiritualnya. Mereka jarang beribadah, shalat, zakat shadaqoh dan lain sebagainya.
Padahal dari kondisi spiritual yang berkualitas mereka dapat menjadi pribadi yang tenang, arif dan
bijaksana serta dapat menentukan keputusan yang tidak menekan batinnya.
Charlene E. Westgate mengemukakan ada
empat dimensi “spiritual wellness” ini yaitu (1) meaning of life, (2) intrinsic
value, (3) transcendence, (4) community of shared values and support. Dengan
kata lain mereka yang telah memiliki “spiritual wellness” memiliki kemampuan
untuk mewujudkan dirinya secara bermakna dalam dimensi-dimensi hidup secara
terpadu dan utuh.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis membuat suatu
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
C.
Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis agar dapat menjawab
rumusan-rumusan masalaha diatas serta menambah wawasan keilmuan bagi kita semua
khususnya kami sebagai penulis. Dan agar kami selaku calon guru Bimbingan
Konseling dapat menjadi sumber rujukan teknik-teknik dalam berkonseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konseling Spiritual
Istilah konseling diambil dari bahasa
Latin, yaitu “consilium” yang bearti “dengan” atau “bersama” atau dapat
diartikan “menerima” atau “memahami”. Konseling dapat diartikan dengan proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara atas
teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.[1]
Dalam bahasa arab kata konseling disebut
al-Irsyad atau Al-Itisyarah. Secara etimologi kata al-irsyad berarti alhuda
yang artinya petunjuk sedangkan al istisyarah berarti talaba minh
al-masyurah/an-nashihah yang berarti meminta nasihat atau konsultasi.[2]
Spiritual adalah hubungan antara manusia
dengan tuhannya atau dapat disebut dengan jiwa religi seseorang. Jadi konseling
spiritual adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi
dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan. Manusia mengalami putus
hubungan dengan Tuhan akibat dosa. Akibat lanjutan dari dosa adalah manusia
mengalami luka batin yang perlu disembuhkan melalui relasi konseling (Witoha,
2003 ; Clinebell, 2006). Proses penyembuhan dicapai melalui strategi konseling
yang merupakan rencana dasar intervensi guna mencapai tujuan konseling, yaitu
penyembuhan luka batin (Moeliono, 1988). Strategi yang dibangun atas dasar
asumsi manusia sebagai citra Allah itu terdiri atas berbagai teknik konseling
(Moeliono,1988).[3]
B.
Keberadaan Konseling Spiritual
Kondisi ini telah mendorong
kecenderungan berkembangnya konseling yang berfundasikan spiritual atau religi.
Dalam kaitan ini Stanard, dkk. (2000) mengusulkan agar spiritualitas ini
dijadikan sebagai angkatan kelima dalam konseling dan psikoterapi. Selanjutnya
dijelaskan bahwa: “Spirituality includes concepts such as trancendence, self-actualization,
purpose and meaning, wholness, balance, sacredness, universality, and a sense
of High Power”. Berkaitan dengan isu-isu Agama dalam konseling, Zinbauer &
Pargament (2000) mengemukakan ada empatt pendekatan yaitu (1) rejectionist,
yaitu yang menolak campur aduk agama dengan konseling, (2) exclusivist, yang
mengakui adanya agama akan tetapi dipisahkan antara agama dengan konseling, (3)
Constructivist, yang memberikan peluang pendekatan agama dalam konseling dan
konseli sendiri yang membentuknya. (4) pluralis, yaitu pendekatan yang
memungkinkan proses konseling yang berlandaskan nilai-nilai agama.
Dewasa ini terutama di dunia barat, teori
Bimbingan dan Konseling (BK) terus berkembang dengan pesat. Perkembangan itu
berawal dari berkembangnya aliran konseling psikodinamika, behaviorisme,
humanisme, dan multikultural. Akhir-akhir ini tengah berkembang konseling
spiritual sebagai kekuatan kelima selain keempat kekuatan terdahulu (Stanard,
Singh, dan Piantar, 2000:204). Salah satu berkembangnya konseling spiritual ini
adalah berkembangnya konseling religius. Perkembangan konseling religius ini
dapat dilihat dari beberapa hasil laporan jurnal penelitian berikut. Stanard,
Singh, dan Piantar (2000: 204) melaporkan bahwa telah muncul suatu era baru
tentang pemahaman yang memprihatinkan tentang bagaimana untuk membuka misteri
tentang penyembuhan melalui kepercayaan , keimanan, dan imajinasi selain
melalui penjelasan rasional tentang sebab-sebab fisik dan akibatnya sendiri.
Seiring dengan keterangan tersebut hasil penelitian Chalfant dan Heller pada
tahun 1990, sebagaimana dikutip oleh Gania (1994: 396) menyatakan bahwa sekitar
40 persen orang yang mengalami kegelisahan jiwa lebih suka pergi meminta
bantuan kepada agamawan. Lovinger dan Worthington (dalam Keating dan Fretz,
1990: 293) menyatakan bahwa klien yang agamis memandang negatif terhadap
konselor yang bersikap sekuler, seringkali mereka menolak dan bahkan
menghentikan terapi secara dini.
Nilai-nilai agama yang dianut klien
merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan konselor dalam memberikan layanan
konseling, sebab terutama klien yang fanatik dengan ajaran agamanya mungkin
sangat yakin dengan pemecahan masalah pribadinya melalui nilai-nilai ajaran
agamanya. Seperti dikemukakan oleh Bishop (1992:179) bahwa nilai-nilai agama
(religius values) penting untuk dipertimbangkan oleh konselor dalam proses
konseling, agar proses konseling terlaksana secara efektif.
Berkembangnya kecenderungan sebagian
masyarakat dalam mengatasi permasalahan kejiwaan mereka untuk meminta bantuan
kepada para agamawan itu telah terjadi di dunia barat yang sekuler, namun hal
serupa menurut pengamatan penulis lebih-lebih juga terjadi di negara kita
Indonesia yang masyarakatnya agamis. Hal ini antara lain dapat kita amati di
masyarakat, banyak sekali orang-orang yang datang ketempat para kiai bukan
untuk menanyakan masalah hukum agama, tetapi justru mengadukan permasalahan
kehidupan pribadinya untuk meminta bantuan jalan keluar baik berupa nasehat,
saran, meminta doa-doa dan didoakan untuk kesembuhan penyakit maupun
keselamatan dan ketenangan jiwa. Walaupun data ini belum ada dukungan oleh
penelitian yang akurat tentang berapa persen jumlah masyarakat yang melakukan
hal ini, namun ini merupakan realitas yang terjadi di masyarakat kita sekarang
ini.
Gambaran data di atas menunjukkan
pentingnya pengembangan landasan konseling yang berwawasan agama, terutama
dalam rangka menghadapi klien yang kuat memegang nilai-nilai ajaran agamanya.
Di dunia barat hal ini berkembang dengan apa yang disebut Konseling Pastoral
(konseling berdasarkan nilai-nilai Al Kitab) di kalangan umat Kristiani.’
C.
Prinsip-Prinsip Konseling Spiritual
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada
pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya
adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan
kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan
konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.
Selalu memiliki
Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2.
Memiliki Prinsip
Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3.
Memiliki Prinsip
Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4.
Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu
berprinsip kepada Al-Qur’an Al Karim.
5.
Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman
kepada “Hari Kemudian”
6.
Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman
kepada “Ketentuan Allah”
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
Surat AL-Isra yat 82 yang berbunyi:
Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al
Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS.
Al-isra: 82).
Pada ayat diatas Allah SWT menerangkan
bahwa Al Qur’an dapat menjadi penawar (obat penghilang sakit). Baik sakit yang
dialami dlohir maupun yang dialami batin (spiritual quotient) tapi hanya untuk
orang-orang yang beriman. Beriman disini dimaksudkan orang-orang harus percaya
atas kekuasaan Allah SWT-lah dapat menyembuhkan.
Dan Rasulullah SAW pun bersabda “Apabila
manusia melakukan pendekatan diri kepada Tuhan Pencipta mereka dengan
bermacam-macam kebaikan, maka mendekatlah engkau dengan akalmua, niscaya engkau
merasa nikmat yang lebih banyak, yaitu dengan menusia didunia dan dekat dengan
Allah diakhirat”.
D.
Cara Konseling Spiritual
Dalam buku ESQ karangan Ary Ginanjar
Agustian cara meningkatkan spiritual quotient dengan menerapkan enam prinsip. Diantaranya:
1.
Star principle.
Segala pengambilan keputusan dilandasi niat
karena Allah SWT, maka didalamnya anda akan temukan kebijaksanaan mulia dan
percaya diri. Proses pengambilan pengambilan keputusan ini proses dinamis
dimana anda dihadapkan pada beragam dorongan suara hati. Sebagian dari 99 sifat
Allah, yang merupakan sumber suara hati.
2.
Angel principle.
Malaikat memiliki kesetiaan tiada tara,
bekerja tanpa kenal lelah, tak memiliki kepentingan lain selain menyelesaikan
pekerjaan yang diberikan oleh Allah hingga tuntas. Mereka sangat disiplin dalam
menjalankan tugas denga jasil sangat memuaskan.
3.
Leadership Principle
Gaya kepemimpinan yang melanggar garis
demarkasi Allah tersebut hanya menumbuh suburkan anarkisme dan keganasan
hewaniah, sebagaimana disebutkan oleh Thomas Hobbes-homohomini lupus- manusia menjadi pemangsa menusia lain. Itulah
yang terjadi kekeliruan pemahaman tentang arti kepemimpinan yang hanya
menggunakan otak tanpa hati nurani.
4.
Learning principle
Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 191)
5.
Vision principle
Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia
tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu
kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya
dengan balasan yang paling sempurna, dan
bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (QS. An Najm: 39-42).
6.
Wellorganized
principle
Artinya: Sesungguhnya Kami menciptakan
segala sesuatu menurut ukuran.
Dan dalam buku yang sama pun selain ke 3nam prinsip
disertai juga dengan beberapa langkah mewujudkan pribadi yang unggul dalam
ESQnya, yaitu:
1.
Mission statement
2.
character building
3.
Self control
4.
Strategic collaboratiom, dan
5.
Total action
Dari uraian diatas dapat disimpulakan
bahwa cara memberi layanan dengan teknik konseling spiritual adalah konselor
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling dengan menjadikan Al Qur’an dan
Sunnah sebagai landasan pemberian konseling, serta konseli diharuskan lebih
mendekatkan dirinya kepada sang pemilik penawar segala penyakit yakni Allah SWT,
dengan begitu konseli dapat merasakan kesembuhannya, ketenangan jiwanya, dan
dapat menentukan pilihan yang tepat serta dapat mempertanggung jawabkannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Konseling spiritual adalah konseling
yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah
mahkluk ciptaan Tuhan. Dengan begitu sasaran dari konseling sepiritual ini
adalah semua manusia. Dan dengan konseling spiritual pun masalah yang konseli hadapi
dapat teratasi karena bertambahnya kedekatan dan kepercayaan konseli dengan
Tuhan pemiliki penawar segala penyakit yakni Allah SWT maka Allah SWT akan
memberikan kesembuhan, ketenangan hati, jiwa dan pikiran dan konseli dapat
mengambil keputusan yang benar.
B.
Kritik Dan Saran
Dewasa ini para calon konselor sedikit
mengabaikan bahwa lewat spritiual quotient yang kuat pun mereka dapat melakukan
pemberian layanan konseling kepada konseli. Untuk itu diharapkan kepada seluruh
calon konselor muda selain memiliki bekal keilmuwan (professional)mereka juga
harus memiliki landasan spiritual yang kuat agar dapat membantu konseli dalam
meningkatkan kedekatannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
H.Prayitno dan Amti Erman; Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta; 2004
Boning Sinta;
http://boning-sinta.blogspot.com/2012/12/makalah.html
Oxygendistro;
http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-pendekatan-konseling-spritual.html
Agustian Ary Ginanjar; ESQ: Emotional, Spiritual quotient; Arga; Jakarta; 2001
[1]
Prof.Dr.H.Prayitno, M.Sc.Ed. dan Drs. Erman Amti; Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta;
2004: hl.99
[2]
Boning Sinta; http://boning-sinta.blogspot.com/2012/12/makalah.html
[3]
Oxygendistro;
http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-pendekatan-konseling-spritual.html