Rabu, 12 Juni 2013



KONSELING SPIRITUAL
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Psikoterapi Islam Semester IV
 

 




Dosen: Kurnaengsih. M.Ag
Disusun oleh kelompok 12 semester IV BKI:
                                          Iis Istiqomah (862010111006)
Jaziroh (862010111007)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM (BKI)
FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)
UNIVERSITAS WIRALODRA INDRAMAYU
2013
Jl. Ir. H. Djuanda Km.03 Singaraja Indramayu 45213 Telp/fax. (0234)27946
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan barokahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah. Shalawat beserta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa cahaya ke dunia yang gelap sebelumnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas semester IV pada mata kuliah Psikoterapi Islma yang dibimbing oleh Ibu Kurnaengsih M.Ag. dengan judul makalah Konseling Spiritual.
Kami menyadari didalam makalah ini terdapat kesalahan dan kekhilafan. Maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sekalian kami nanti demi kebaikan makalah-makalah kami selanjutnya. Terutama dari dosen pembimbing.
Terimakasih kepada semua sahabat yang terkait dalam penulisan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama kita sebagai mahasiswa penerus bangsa.
Indramayu, 6 Juni  2013

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………......................................................       i
DAFTAR ISI .......................................................................................        ii         
BAB I PENDAHULUAN…................................................................        1
A.    Latar Belakang ..........................................................................         1
B.     Rumusan Masalah......................................................................         2
C.     Tujuan Penulisan........................................................................         2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................         3
A.    Pengertian Konseling Spiritual……………………………….         3
B.     Keberadaan Konseling Spiritual………………………………        4
C.     Prinsip-Prinsip Konseling Spiritual…………………………...         7
D.    Cara Konseling Spiritual………………………………………        9
BAB III PENUTUP..............................................................................        13
3.1  Kesimpulan.................................................................................       13
3.2  Kritik dan Saran..........................................................................       13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................     14

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di Indonesia sebuah peraturan atau hukum diambil dari tiga sudut pandang; agama, adat dan pancasila serta undang-undang dasar. Dan setiap individu yang memilki agama pun mengambil keputusan dilihat dari berbagai aspek dan aspek yang paling berpengaruh adalah aspek spiritualnya. Individu yang beragama senantiasa ingin meningkatkan kualitas spiritualnya. Dan jika seseorang memilki jiwa spiritual yang baik mereka akan cenderung terlihat tenang, arif dan bijaksana yang sering menjadi pusat dari penentu keputusan yang baik.
Dewasa ini para individu lebih memerhatikan kebutuhan fisiknya seperti makan, minum memiliki rumah mewah, mobil mewah, HP tercanggih dan lain sebagainya. Mereka tidak memerhatikan keperluan batinnya atau spiritualnya. Mereka jarang beribadah,  shalat, zakat shadaqoh dan lain sebagainya. Padahal dari kondisi spiritual yang berkualitas mereka  dapat menjadi pribadi yang tenang, arif dan bijaksana serta dapat menentukan keputusan yang tidak menekan batinnya.
Charlene E. Westgate mengemukakan ada empat dimensi “spiritual wellness” ini yaitu (1) meaning of life, (2) intrinsic value, (3) transcendence, (4) community of shared values and support. Dengan kata lain mereka yang telah memiliki “spiritual wellness” memiliki kemampuan untuk mewujudkan dirinya secara bermakna dalam dimensi-dimensi hidup secara terpadu dan utuh.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis membuat suatu rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
*      Apakah dengan konseling spiritual dapat menyelesaikan masalah?
*      Apakah semua individu bias mendapatkan konseling spiritual?

C.    Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis agar dapat menjawab rumusan-rumusan masalaha diatas serta menambah wawasan keilmuan bagi kita semua khususnya kami sebagai penulis. Dan agar kami selaku calon guru Bimbingan Konseling dapat menjadi sumber rujukan teknik-teknik dalam berkonseling.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konseling Spiritual
Istilah konseling diambil dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang bearti “dengan” atau “bersama” atau dapat diartikan “menerima” atau “memahami”. Konseling dapat diartikan dengan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu  masalah (klien) yang bermuara atas teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.[1]
Dalam bahasa arab kata konseling disebut al-Irsyad atau Al-Itisyarah. Secara etimologi kata al-irsyad berarti alhuda yang artinya petunjuk sedangkan al istisyarah berarti talaba minh al-masyurah/an-nashihah yang berarti meminta nasihat atau konsultasi.[2]
Spiritual adalah hubungan antara manusia dengan tuhannya atau dapat disebut dengan jiwa religi seseorang. Jadi konseling spiritual adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan. Manusia mengalami putus hubungan dengan Tuhan akibat dosa. Akibat lanjutan dari dosa adalah manusia mengalami luka batin yang perlu disembuhkan melalui relasi konseling (Witoha, 2003 ; Clinebell, 2006). Proses penyembuhan dicapai melalui strategi konseling yang merupakan rencana dasar intervensi guna mencapai tujuan konseling, yaitu penyembuhan luka batin (Moeliono, 1988). Strategi yang dibangun atas dasar asumsi manusia sebagai citra Allah itu terdiri atas berbagai teknik konseling (Moeliono,1988).[3]

B.     Keberadaan Konseling Spiritual
Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya konseling yang berfundasikan spiritual atau religi. Dalam kaitan ini Stanard, dkk. (2000) mengusulkan agar spiritualitas ini dijadikan sebagai angkatan kelima dalam konseling dan psikoterapi. Selanjutnya dijelaskan bahwa: “Spirituality includes concepts such as trancendence, self-actualization, purpose and meaning, wholness, balance, sacredness, universality, and a sense of High Power”. Berkaitan dengan isu-isu Agama dalam konseling, Zinbauer & Pargament (2000) mengemukakan ada empatt pendekatan yaitu (1) rejectionist, yaitu yang menolak campur aduk agama dengan konseling, (2) exclusivist, yang mengakui adanya agama akan tetapi dipisahkan antara agama dengan konseling, (3) Constructivist, yang memberikan peluang pendekatan agama dalam konseling dan konseli sendiri yang membentuknya. (4) pluralis, yaitu pendekatan yang memungkinkan proses konseling yang berlandaskan nilai-nilai agama. 
Dewasa ini terutama di dunia barat, teori Bimbingan dan Konseling (BK) terus berkembang dengan pesat. Perkembangan itu berawal dari berkembangnya aliran konseling psikodinamika, behaviorisme, humanisme, dan multikultural. Akhir-akhir ini tengah berkembang konseling spiritual sebagai kekuatan kelima selain keempat kekuatan terdahulu (Stanard, Singh, dan Piantar, 2000:204). Salah satu berkembangnya konseling spiritual ini adalah berkembangnya konseling religius. Perkembangan konseling religius ini dapat dilihat dari beberapa hasil laporan jurnal penelitian berikut. Stanard, Singh, dan Piantar (2000: 204) melaporkan bahwa telah muncul suatu era baru tentang pemahaman yang memprihatinkan tentang bagaimana untuk membuka misteri tentang penyembuhan melalui kepercayaan , keimanan, dan imajinasi selain melalui penjelasan rasional tentang sebab-sebab fisik dan akibatnya sendiri. Seiring dengan keterangan tersebut hasil penelitian Chalfant dan Heller pada tahun 1990, sebagaimana dikutip oleh Gania (1994: 396) menyatakan bahwa sekitar 40 persen orang yang mengalami kegelisahan jiwa lebih suka pergi meminta bantuan kepada agamawan. Lovinger dan Worthington (dalam Keating dan Fretz, 1990: 293) menyatakan bahwa klien yang agamis memandang negatif terhadap konselor yang bersikap sekuler, seringkali mereka menolak dan bahkan menghentikan terapi secara dini.
Nilai-nilai agama yang dianut klien merupakan satu hal yang perlu dipertimbangkan konselor dalam memberikan layanan konseling, sebab terutama klien yang fanatik dengan ajaran agamanya mungkin sangat yakin dengan pemecahan masalah pribadinya melalui nilai-nilai ajaran agamanya. Seperti dikemukakan oleh Bishop (1992:179) bahwa nilai-nilai agama (religius values) penting untuk dipertimbangkan oleh konselor dalam proses konseling, agar proses konseling terlaksana secara efektif.
Berkembangnya kecenderungan sebagian masyarakat dalam mengatasi permasalahan kejiwaan mereka untuk meminta bantuan kepada para agamawan itu telah terjadi di dunia barat yang sekuler, namun hal serupa menurut pengamatan penulis lebih-lebih juga terjadi di negara kita Indonesia yang masyarakatnya agamis. Hal ini antara lain dapat kita amati di masyarakat, banyak sekali orang-orang yang datang ketempat para kiai bukan untuk menanyakan masalah hukum agama, tetapi justru mengadukan permasalahan kehidupan pribadinya untuk meminta bantuan jalan keluar baik berupa nasehat, saran, meminta doa-doa dan didoakan untuk kesembuhan penyakit maupun keselamatan dan ketenangan jiwa. Walaupun data ini belum ada dukungan oleh penelitian yang akurat tentang berapa persen jumlah masyarakat yang melakukan hal ini, namun ini merupakan realitas yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini.
Gambaran data di atas menunjukkan pentingnya pengembangan landasan konseling yang berwawasan agama, terutama dalam rangka menghadapi klien yang kuat memegang nilai-nilai ajaran agamanya. Di dunia barat hal ini berkembang dengan apa yang disebut Konseling Pastoral (konseling berdasarkan nilai-nilai Al Kitab) di kalangan umat Kristiani.’
C.    Prinsip-Prinsip Konseling Spiritual
Bagi pribadi muslim yang berpijak pada pondasi tauhid pastilah seorang pekerja keras, namun nilai bekerja baginya adalah untuk melaksanakan tugas suci yang telah Allah berikan dan percayakan kepadanya, ini baginya adalah ibadah. Sehingga pada pelaksanaan bimbingan konseling, pribadi muslim tersebut memiliki ketangguhan pribadi tentunya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.      Selalu memiliki Prinsip Landasan dan Prinsip Dasar yaitu hanya beriman kepada Allah SWT.
2.      Memiliki Prinsip Kepercayaan, yaitu beriman kepada malaikat.
3.      Memiliki Prinsip Kepemimpina, yaitu beriman kepada Nabi dan Rasulnya.
4.       Selalu memiliki Prinsip Pembelajaran, yaitu berprinsip kepada  Al-Qur’an Al Karim.
5.       Memiliki Prinsip Masa Depan, yaitu beriman kepada “Hari Kemudian”
6.       Memiliki Prinsip Keteraturan, yaitu beriman kepada “Ketentuan Allah”
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat AL-Isra yat 82 yang berbunyi:

 


Artinya: Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-isra: 82).
Pada ayat diatas Allah SWT menerangkan bahwa Al Qur’an dapat menjadi penawar (obat penghilang sakit). Baik sakit yang dialami dlohir maupun yang dialami batin (spiritual quotient) tapi hanya untuk orang-orang yang beriman. Beriman disini dimaksudkan orang-orang harus percaya atas kekuasaan Allah SWT-lah dapat menyembuhkan.
Dan Rasulullah SAW pun bersabda “Apabila manusia melakukan pendekatan diri kepada Tuhan Pencipta mereka dengan bermacam-macam kebaikan, maka mendekatlah engkau dengan akalmua, niscaya engkau merasa nikmat yang lebih banyak, yaitu dengan menusia didunia dan dekat dengan Allah diakhirat”.
D.    Cara Konseling Spiritual
Dalam buku ESQ karangan Ary Ginanjar Agustian cara meningkatkan spiritual quotient dengan  menerapkan enam prinsip. Diantaranya:
1.      Star principle.
Segala pengambilan keputusan dilandasi niat karena Allah SWT, maka didalamnya anda akan temukan kebijaksanaan mulia dan percaya diri. Proses pengambilan pengambilan keputusan ini proses dinamis dimana anda dihadapkan pada beragam dorongan suara hati. Sebagian dari 99 sifat Allah, yang merupakan sumber suara hati.
2.      Angel principle.
Malaikat memiliki kesetiaan tiada tara, bekerja tanpa kenal lelah, tak memiliki kepentingan lain selain menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Allah hingga tuntas. Mereka sangat disiplin dalam menjalankan tugas denga jasil sangat memuaskan.
3.      Leadership Principle
Gaya kepemimpinan yang melanggar garis demarkasi Allah tersebut hanya menumbuh suburkan anarkisme dan keganasan hewaniah, sebagaimana disebutkan oleh Thomas Hobbes-homohomini lupus- manusia menjadi pemangsa menusia lain. Itulah yang terjadi kekeliruan pemahaman tentang arti kepemimpinan yang hanya menggunakan otak tanpa hati nurani.
4.      Learning principle


 



Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 191)
5.      Vision principle
 



Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (QS. An Najm: 39-42).
6.      Wellorganized principle

Artinya: Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Dan dalam buku yang sama pun selain ke 3nam prinsip disertai juga dengan beberapa langkah mewujudkan pribadi yang unggul dalam ESQnya, yaitu:
1.      Mission statement
2.      character building
3.      Self control
4.      Strategic collaboratiom, dan
5.      Total action
Dari uraian diatas dapat disimpulakan bahwa cara memberi layanan dengan teknik konseling spiritual adalah konselor memberikan pelayanan bimbingan dan konseling dengan menjadikan Al Qur’an dan Sunnah sebagai landasan pemberian konseling, serta konseli diharuskan lebih mendekatkan dirinya kepada sang pemilik penawar segala penyakit yakni Allah SWT, dengan begitu konseli dapat merasakan kesembuhannya, ketenangan jiwanya, dan dapat menentukan pilihan yang tepat serta dapat mempertanggung jawabkannya.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Konseling spiritual adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan. Dengan begitu sasaran dari konseling sepiritual ini adalah semua manusia. Dan dengan konseling spiritual pun masalah yang konseli hadapi dapat teratasi karena bertambahnya kedekatan dan kepercayaan konseli dengan Tuhan pemiliki penawar segala penyakit yakni Allah SWT maka Allah SWT akan memberikan kesembuhan, ketenangan hati, jiwa dan pikiran dan konseli dapat mengambil keputusan yang benar.
B.     Kritik Dan Saran
Dewasa ini para calon konselor sedikit mengabaikan bahwa lewat spritiual quotient yang kuat pun mereka dapat melakukan pemberian layanan konseling kepada konseli. Untuk itu diharapkan kepada seluruh calon konselor muda selain memiliki bekal keilmuwan (professional)mereka juga harus memiliki landasan spiritual yang kuat agar dapat membantu konseli dalam meningkatkan kedekatannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

                                               DAFTAR PUSTAKA

H.Prayitno dan Amti Erman; Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta; 2004
Boning Sinta; http://boning-sinta.blogspot.com/2012/12/makalah.html
Oxygendistro; http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-pendekatan-konseling-spritual.html
Agustian Ary Ginanjar; ESQ: Emotional, Spiritual quotient; Arga; Jakarta; 2001


[1] Prof.Dr.H.Prayitno, M.Sc.Ed. dan Drs. Erman Amti; Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta; 2004: hl.99
[2] Boning Sinta; http://boning-sinta.blogspot.com/2012/12/makalah.html
[3] Oxygendistro; http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-pendekatan-konseling-spritual.html